Rabu, 29 November 2017

Abrasi

5:40

Dinamika perasa.
Euforia bumi mandi bergulir sepanjang sampai detik ini. Curah hujan dengan segenap hawa dingin merasuk tajam hingga ke tulang. Petrichor ambigu hilang begitu saja ketika disembur uap air laut yang terkondensasi. Bumiku lekas subur berkat anugerah Tuhan, maha baik menurunkan rahmat hujan dengan lebih. Bahkan walau dilanda bencana di berbagai titik kota sekalipun turut mendoakan supaya lekas pulih,  harus tetap bersyukur dan berkaca, tak ada akibat bila tak punya sebab. Berhitung detik jam hari ini akan segera berakhir. Lambat laun, cepat kilat habis.
Dibabat waktu, dengan beberapa sua yang lama terkunci rapat. Senang sekali, tak ada benci. Namun waktu telah bergulir, rindu rasanya dulu akan perasaan jatuh cintaku yang selalu aku rasakan setiap hari makin hari kian bertumpuk, yang kini berangsur seakan terkikis abrasi. Yang selalu menjadi alasan tawa antusiasku, sekarang kian memudar...

Minggu, 19 November 2017

Pergi

3:31
Ritme hujan.

Dengan ini, langkahku mantap untuk mengakhiri. Pergi, dan segera kan lepaskan apa yang dulu sempat kujaga dengan kasih sayang. Keputus asaan berkecamuk diseluruh celah ronggaku. Cukup, sudah saatnya ku luluh lantahkan bendung yang sempat ku buat kokoh. Tak sampai hati perasaku tercabik. Luka yang mendalam seakan tak ada penawar. Rasaku kaku membeku. Mulutku selalu kelu. Sebanyak apapun dibombardir aku tak kan balas. Bukan aku tak mampu. Tak pernah mau aku menyulut perkara. Heran, perkara lah yang selalu menyulut aku. Aku diam bukan berarti lemah. Diamku adalah pamungkasku. Perjalanan adalah pengalaman. Terimakasih telah mengajarkan bagaimana merasakan berkorban ikhlas secara bersamaan. Kali ini, mutlak ku melangkah untuk pergi mengakhiri semua dengan seberkas memori yang kelak kan jadi abu pada masanya..