Rabu, 20 Desember 2017

Mutlak

Setidaknya sekarang, bisa menghirup nafas dengan lega,
Terlepas dari belenggu balada perasaan sendiri.
Yang akhir ini menghimpit dada dengan kuat.
Aku bersyukur atas pilihan yang terpilih, semakin yakin keputusan ini adalah yang paling final lagi benar.
Berdasar fakta yang aku terima, tak seharusnya aku menaruh harapan terlalu tinggi dan menyimpan rasa terlalu dalam.
Tak ada rasa menyesal sedikitpun tentang pertemuan, walaupun tragis dalam akhir.
Lebih kurang mencoba memetik pelajaran, dimana pengalaman adalah guru yang paling baik.
Terlalu yakin memberi kepercayaan sepenuhnya pada seseorang bukan hal yang salah, namun tak terduga sasaran lah yang tidak tepat.
Begitu pula dengan menyayangi, mengistimewakan akan sia-sia bila tak ada timbal balik.
Aku, menulis ini tidak dalam keadaan kalut apalagi meneteskan air mata.
Sekarang, pikiranku lebih terbuka.
Perasaanku ikhlas Lillahita'ala melepas semua.
Lagi-lagi bahwa pada orang terdekatpun rasa hati-hati harus ada, tak masuk dugaan luka yang tertancap lebih menusuk bahkan dari orang yang tak dikenal sekalipun.

Rabu, 29 November 2017

Abrasi

5:40

Dinamika perasa.
Euforia bumi mandi bergulir sepanjang sampai detik ini. Curah hujan dengan segenap hawa dingin merasuk tajam hingga ke tulang. Petrichor ambigu hilang begitu saja ketika disembur uap air laut yang terkondensasi. Bumiku lekas subur berkat anugerah Tuhan, maha baik menurunkan rahmat hujan dengan lebih. Bahkan walau dilanda bencana di berbagai titik kota sekalipun turut mendoakan supaya lekas pulih,  harus tetap bersyukur dan berkaca, tak ada akibat bila tak punya sebab. Berhitung detik jam hari ini akan segera berakhir. Lambat laun, cepat kilat habis.
Dibabat waktu, dengan beberapa sua yang lama terkunci rapat. Senang sekali, tak ada benci. Namun waktu telah bergulir, rindu rasanya dulu akan perasaan jatuh cintaku yang selalu aku rasakan setiap hari makin hari kian bertumpuk, yang kini berangsur seakan terkikis abrasi. Yang selalu menjadi alasan tawa antusiasku, sekarang kian memudar...

Minggu, 19 November 2017

Pergi

3:31
Ritme hujan.

Dengan ini, langkahku mantap untuk mengakhiri. Pergi, dan segera kan lepaskan apa yang dulu sempat kujaga dengan kasih sayang. Keputus asaan berkecamuk diseluruh celah ronggaku. Cukup, sudah saatnya ku luluh lantahkan bendung yang sempat ku buat kokoh. Tak sampai hati perasaku tercabik. Luka yang mendalam seakan tak ada penawar. Rasaku kaku membeku. Mulutku selalu kelu. Sebanyak apapun dibombardir aku tak kan balas. Bukan aku tak mampu. Tak pernah mau aku menyulut perkara. Heran, perkara lah yang selalu menyulut aku. Aku diam bukan berarti lemah. Diamku adalah pamungkasku. Perjalanan adalah pengalaman. Terimakasih telah mengajarkan bagaimana merasakan berkorban ikhlas secara bersamaan. Kali ini, mutlak ku melangkah untuk pergi mengakhiri semua dengan seberkas memori yang kelak kan jadi abu pada masanya..

Senin, 23 Oktober 2017

rapuh

19:09

Ibarat gundukan tanah yang tersapu erosi seketika longsor begitu saja. 
lagi aku terjebak problema, 
sedikit banyak aku tergelincir prahara
mulutku terlalu kelu menjadi selalu
seperti menyiksa dari dalam, pedihnya lebih merasuk 
salah siapa aku tak bisa ambil bicara 
mungkin aku, aku yang harus mengintropeksi diri dan banyak berkaca bagaimana seharusnya terjadi
aku mengerang, namun erangku tak se menggelegar gemuruh petir
bahkan suaraku nyaris padam, 
seperti duri dalam daging, tak nampak namun menusuk dalam
gemuruh sekali kicauan orang luar
sedikit bising pikirku makin pusing 
begitu pun gundah gulana yang menyerang 
kacau benar rasaku makin rancu 
terbelenggu kian rumit 
tangisku pecah tak terelakan 
sadarkan, dan seharusnya aku tau diri
besar harganya menjaga sebuah kepercayaan 
dimana itulah pondasi paling dasar 
sayang untuk di sia-siakan, menyayangipun takut salah 
arti hidup terkadang mengagetkan 
ada tebing yang siap menerkam dan jurang yang menenggelamkan 
benar-benar luluh lantah 
dan hancur sedalam-dalamnya
merengkuh sendiri 
memang sejatinya pelajaran selalu tersisip dalam setiap pengalaman
merenung......


Rabu, 20 September 2017

sisa semalam

06:00
Meja serbaguna

Pagiku masih abu, berikut dengan tanda tanya yang masih tabu. Sebagaimana sudah dari sana lubuk terlalu perasa. Sedikit saja tersentuh akan luluh, dan sebagaimana terbentur akan hancur. Perihal perasaan yang terkadang rancu tak tau tempat waktu. Merenung, semua sebab. Kiraku setelah terkapar memejam mata semua kan kembali baik saja. Nyatanya masih lekat dalam ingatan memori. Lubuk yang bertanya-tanya, membawa dilema dalam merana. Diam bukan ku tak peduli semuanya. Aku hanya tidak ingin menambah beban siapapun. Aku yang merasa, aku pula yang seharusnya bisa sembuhkan. Entah dengan apapun caranya. Membenarkan yang salah dan merenung..merenung..merenung...

ujung hari

22:47
Diujung dipan

Penghujung hari,
Detik berputar mengelilingi putarnya
Detaknya beradu tak ada irama
Cepat cepat tak terarah,
Pikirku sedang lelah
Digandrungi banyak celah
Baik buruknya tak tau faedah
Bahkan, yang tak harus diketahui
Yang tak tersampaikan
Yang disimpan kian dalam
Sadarlah, lekas terbangun
Balut perasaan sendiri.
Menggebu gebu, inginku lengkingkan suara. Buang semua gundah gulana. Menanti kembali sumringah..

Jumat, 25 Agustus 2017

Nglilir

22:20
Di separuh ranjang.

Celoteh hewan malam ngak ngik memekik telinga. Sunyi sekali, semua penghuni tertidur pulas. Hanya aku yang masih terjaga, padahal esok hari menanti kerja. Ah makin lebam saja kelopak mata. Sesekali terpejam namun rasa tahan lebih mendominasi. Seperti malam-malam biasanya, dengar alunan bossanova yang membelaiku untuk terkapar pulas. Yang kadang merasa kelabu tapi entah karena apa. Jika tau beritahu secepatnya. Puluhan kali menguap sudah termasuk dengan air mata. Lelah sekali namun belum enggan berehat. Akan seperti apa esok tak tau, semoga sesuai dengan persiapan yang sudah dirancang. Kini tinggal menghitung hari padi yang kuning dituai kemudian bibit yang sedang tumbuh menggantikan kedudukannya. Waktu seakan cepat berlalu. Senang sekali bisa mengenal kalian dan tak muluk juga bertemu kamu. Setelah ini mungkin tak kan seintens dulu. Jangan menjadi jauh karena sejatinya atap kita masih satu. Berat sekali, seperti diantara iya atau tidak setengah sadar aku nglilir...

Jumat, 11 Agustus 2017

Amblas

Pujasera, 11 Agustus 2017
17:32

Perutku keroncongan, perasaanpun demikian. Perlahan, ambyarr pas menukik dalam. Dibalik kaca raksasa, kendaraan lalu lalang, tanpa beban.. jalan sewajarnya. Disini dengan satu set meja makan dengan kursi lengkap formasi empat dibagian sisi panjangnya, penghuninya aku yang lain indraku tak mampu menjangkaunya. Pesananku sudah datang, nasi goreng seafood dengan piring cantik merah menyala. Rancu sekali, dijalan terbayang-bayang saat sudah di depan mata malah tak ingin. Ah terlanjur sudah kubayar juga apa yang sudah dipesan. Semakin riuh saja. Lampion menyala ditimpa sinar bohlam redup. Disini ditujuan keduaku tepat dilantai dua aku seakan asyik menghabiskan apa yang sewajarnya harus kuhabisi. Lebih jauh dari tempat pertamaku menuju, disini hanya selisih 1 lagi lampu merah. Hikmahnya, disini jauh lebih tenang, mudah-mudahan mampu mencuci segala gundah. Dengan cup besar teh beserta balok es yang mungil. Mudah-mudahan gulana ku hilang, melayang, beban berkurang. Berat. Hingga ujung hari dimana lembayung senja hadir aku masih disini, dengan piring yang hanya kuorak arik, seleraku turun drastis. Mendadak kenyang dengan 2 sendok cukup. Berantakan sekali. Kodrat tak bisa ditentang. Adalah jalannya sudah diatur. Mudah-mudahan dengan kenyang perlahan tertata kembali. Pelan-pelan tak lagi amblas. Sedikit bergeming, pikirku tertarik pada sebuah bongkahan bangun ruang berbentuk balok menjulang keatas dengan tembok yang kasat mata. Dan, umpama lift begitu pula rasa dalam hidup, kadang diuji naik turun tanpa persiapan apa lagi aba-aba.

Hari yang panjang, mudah-mudahan cepat selesai..

Senin, 07 Agustus 2017

Koyo

Semelikit rasa, simpang siur hawa dingin menyusup tepat pada tempatnya. Dengan segenap kepegalan beserta uba rampenya menelisik datang tanpa bersua. Teruntuk sehelai putih sedikit lekat, terimakasih sudah menghangatkan. Meredakan keluhku hari ini. Hari yang panjang. Semangat ya, mudah-mudahan berbuah manis, dan teruntuk kamu, jangan pernah bosan untuk bangkit ya.. ibarat tanah liat, hancur-dipukul-dibentuk-terbentuk. Fase kehidupan, seiring sejalan dengan takdir. Sebagai makhluk yang tak punya seberapa derajat bersyukur adalah cara yang tepat untuk selangkah lebih dekat dengan-Nya. Ambyarr.... apapun suasana hati tetaplah menerima. Yang kutulis disini sekedar celotehku malam ini, karna kau pasti tau suaraku tak pernah padam bila ku bersua disini. Apapun yang kutuangkan disini pun bebas, sayang hanya bisa menerima tak ada jawaban. Siapa pula yang iba melihat tulisan rancu tak berfaedah seperti ini. Sayup malam sepoi, andaikan kubisa menggapai awan bak gumpalan kapas dengan gempita yang lekat. Aku ingin bersembunyi dibaliknya. Memperhatikan gerak-gerik bintang yang lincah kilaunya bersautan. Menarik insan dengan sejuta impian. Kemudian mengintip rembulan dengan satu cahya benderang merayu diantara gelap yang pekat, ibarat secarik senyum dipenghujung resah, dari kamu.. menghangatkan.

Rabu, 02 Agustus 2017

Gulana

Sepanjang lorong waktu, sejauh itu lorong kelas. Aku dan kamu dekat terasa jauh. Masih satu atap, satu naungan. Rasanya ingin sekali setiap pagi menyapa kamu, mengajak bersalaman, membuatmu terkekeh kepagian bahkan berbagi air minum satu botol atau mungkin semangkuk berdua makan tahu kupat dengan 2 mendoan sekaligus. Ah seandainya..
Hatiku terlanjur terpaut, dan pandangku tertuju padamu. Tak tertampik, kamu salah satu alasan. Dimana semangatku berkobar melalap. Jadi begini rasanya jatuh cinta pada teman sendiri. Jumpa dengannya senang bukan kepayang. Tak bertemu bilangnya rindu. Kerap mencuil seonggok waktu luang untuk menyelipkan kunyahan rindu yang kian lembut. Hari ini, hawa begitu gemuruh. Begitu pula dengan suasana hati yang kian tak terarah. Gejolaknya semakin tak terbendung. Belum saatnya. Mulut ku bungkam sepersekian saat, cukup memakan waktu. Wajahku seakan kaku ditimpa gulana. Diam, aku harap semua akan luntur begitu saja. Kuputuskan untuk keluar saja dari ruang itu, toh aku sudah tak terlalu dibutuhkan. Kemudian aku menumpang pada kursi panjang tanpa isi, hanya aku. aku berada di sepertiganya, sisanya mungkin ada tapi tak nampak namun logikaku mungkin tak sampai untuk membuatnya nyata. Semilir angin malam membuat sekitarnya serasa hidup. Seakan ikut merasakan gundahnya aku. Hawa dinginnya begitu memekik, menyapaku dengan mesra kemudian beralih sekedar lewat, sepintas. Hitung-hitung aku berusaha lebih memahami sekitarku yang tak punya nyawa sekaligus menunggu kamu. Untuk sekedar berbagi kisah yang bahkan jika digali dalihnya mungkin tak berfaedah. Namun, mungkin malam ini bukan malamku. Tak tepat dan melesat. Sepanjang perjalanan, perjalanan tak selama biasanya. Tiba-tiba sukmaku lebih dalam merasa diam-diam.

Sabtu, 22 Juli 2017

Luputkah

Salahkah bila rasa sedang menggebu. Yang tak pernah diundang kedatangannya tibalah menjadi prahara yang memekik kalbu. Malam ini puncaknya, dimana rasa itu berlalu lalang tempo hari. Namun apalah arti sebuah isyarat bahwa mulut terlalu kaku untuk mengucap begitupun dengan lidah yang kelu haus akan kata. Bagai pungguk merindukan rembulan. Langitpun gelap pekat dirundung gulita. Rupanya bintang belum ingin menampakkan kemilaunya. Padahal sapanya begitu merindukan. Gemericik tawanya terkadang tiba-tiba menyerua. Rasanya, berat sekali. Pundak mulai merintih. Perkara hati siapa yang tau selain diri sendiri. Entah berapa jalan liku yang ditempuh mungkin nantinya akan lekas sembuh sendiri. Kemudian hanya ada diam yang meringkuk. Menutupi sekian banyak rindu beserta koleganya. Entah kapan tersampaikan bahkan untuk melajupun surut. Senyum merekah tiada tara, yang merubah malam jadi siang bahkan sebaliknya. Tenang, aku tak ingin menyusahkan. Rinduku sendirian sudah sedikit tercurahkan, lewat ini. Lewat celoteh tak jelas ini. Bahkan mungkin hanya arsipku saja dan hanya aku yang tau.

Selasa, 11 Juli 2017

Antara

Aku, rongga kecil diantara kalian. Yang mulai masuk dalam ruang waktu seiring jalan. Teruntuk yang pikirnya sedang ruwet, perasaanya tak karuan, dan aku yakin fisikmu pasti lelah ingin berehat. Hari ini begitu berat bagimu, bagiku pun secara tidak langsung. Lagi-lagi pribadimu sedang diuji, mudah-mudahan kamu semakin dewasa dan makin baik melangkah dalam usia. Untuk kesekian kalinya aku hanya mampu seadanya dengan kadar yang tak seberapa. Bahkan problema ini terlalu kompleks untukmu dan aku tentu belum pernah ada di posisimu. Rasanya tak pantas aku bersua, maaf bukan maksudku menggurui, aku hanya menyampaikan pola pikirku, walau aku sendiri tak merasa secara tersirat. Setidaknya aku kembali memetik pelajaran walau dari pengalaman orang lain. Boleh kita melihat keatas namun jangan luputkan apapun yang ada dibawah, karena sejatinya itulah makna bersyukur. Tak melulu kasih sayang tercurah dengan gamblangnya, ada saja yang memberi cuma-cuma namun tak ingin menampakan wujudnya, hanya ingin dirasakan keberadaanya kemudian menyentuh tepat dilubuk sanubari. Namun, tak munafik namanya manusia. Diberi kesempurnaan akal namun tak sebersih makhlukNya yang selalu tunduk dan taat. Hukum alam bahwa hati bisa dibolak balik tergantung siapa yang memelihara dan atas restu yang maha kuasa, tak ada kata tak mungkin. Segenap harapan terangkai dalam doa, mudah-mudahan dibalik segala perkara tersimpan hikmah didalamnya. Lidah yang kelu, raga yang butuh rengkuhan, suatu saat akan jadi bahu yang kokoh untuk menopang segalanya. Ibarat samudera, jika tak ada ombak rasanya hampa. Nestapa datang agar lebih menjaga apa yang sudah ada kemudian memelihara apa yang paling berharga.

Jumat, 07 Juli 2017

Keroncong pilu

Sempat aku merasa siapa aku dan punya hak apa aku masih terlibat dalam kisahmu. Aku harus selalu bertatap pada setiap hal yang kulakukan agar aku selalu tau diri dan egoku tak lepas kendali. Tadi, dalam peralihan senja dimana tugasku dalam menunaikan privat atas perintah ibunda usai, si hitam manis siapa lagi temanku kemanapun aku pergi membawaku berlari. Namun berlari kita tak segesit biasanya, ada rasa takut, malu, dan sempat terfikir hal yang lain berkecamuk jadi satu. Banyak lampu merah ku babat kencang namun, setelah masuk dimulut gang, perlahan temanku tertatih karena tadinya aku sangat bersemangat ingin hadir dan berjumpa, kemudian rasa takut menyelinap tiba-tiba, mengingat aku ini siapa yang terkesan belum tau diri. Tapi, satu yang tak ingin aku kecewakan adalah seseorang yang aku rasakan cintanya tulus padaku, seperti kasih pada anaknya sendiri. Aku beranikan langkahku untuk berpijak kembali di zonamu, zona yang membuatku selalu nyaman. Canggung bukan main ketika mata kami saling bertemu kemudian bertegur sapa. Beruntung, ketidak enakan itu mampu terpecahkan ketika semua berjalan biasa saja seperti biasanya, seolah olah tak terjadi apapun. Perasaan ini semakin beradu, kemudian tertumpuk bak helai demi helai baju yang kususun rapi dalam tempatnya. Leganya rindu kian terobati meski terungkap terlambat. Kemudian senja mulai beralih lembayung senja mulai terasa. Semua bersiap untuk perjalanan yang jauh, dan aku hanya dapat ikut ambil mengiringi dengan segelintir senyum dan segenap doa. Semoga selamat sampai tujuan sekaligus pulang dengan perjalanan dan kisah yang menyenangkan. Tempat ini begitu kokoh menampung jutaan selamat datang dan juga selamat tinggal dengan caranya masing-masing. Bada maghrib telah usai keroncong pengiring mulai bersuara. Lagunya indah menyanyi di telinga. Namun, mungkin hanya aku yang salah. Salah kaprah, mendengarnya piluku semakin menjadi. Rasanya seperti akan melepas dalam rentan yang lama, padahal mungkin tak kan selama perkiraan dalam pikirku. Ya, aku terlalu larut dalam suasana. Semoga kau baik-baik saja dimanapun berada. Dan pulanglah, dengan banyak cerita dan kisah yang luar biasa tidak terduga, terimakasih untuk hari ini, kau perlu tau aku tak pernah berpikir untuk merencanakan semua ini, bermimpi pernah.. dan syukurlah mungkin inilah jalannya

Senin, 03 Juli 2017

Hening

Senja sebentar lagi datang, dengan suasana yang kosong bak tak berpenghuni. Lima kepala bernaung dalam satu atap, kelimanya saling terpaut namun dengan kesibukan dan aktivitasnya sendiri. Baru fajar tadi ku lihat perawakannya yang gagah, hampir senja ini rasanya tiba-tiba ku tak rela melepasnya pergi, bapak hendak bertugas. Aku berdoa semoga bapak senantiasa dilindungi dimanapun berada. Kemudian yang tak kalah hebatnya, pagi tadi setiap pukul 8 aku harus melepasnya pergi, terkadang aku belum bangun karena musim libur sekolah. Petang nanti baru tiba, tentu saja dengan seabrek rasa letih seharian, ibu aku tak berani menyentuhmu, aku takut kau merasa terganggu. Mba, kuliahmu sudah hampir usai. Tengah hari tadi kau melepas diri untuk deadline skripsi agar lebih cepat selesai. Kudoakan semoga ini adalah jalan untukmu dalam meraih kesuksesan, hari-harimu tentu berat tapi ingat perjuangan tak akan menghianati. Teruntuk yang selalu memelihara dengan baik, mbah maaf jika aku masih banyak salah sebagai seorang cucu. Terimakasih kau yang selalu menyayangku, menimangku sedari aku masih berbentuk jabang bayi yang masih merah. Dan karenamu aku tak pernah kekurangan kasih sayang, walau bapak dan ibu sibuk dengan tanggung jawabnya diluar. Engkau yang ku kenal sangat baik dan sukmanya paling melekat dibanding yang lain, walau aku tidak lahir dari rahimmu. Aku yang selalu tak tega melihat wanita tua diluar sana yang hidupnya kurang beruntung. Mudah-mudahan mbah selalu nyaman dalam keluarga ini, meski terkadang rumah ini serasa tak berpenghuni. Aku, yang selalu mencari kesibukan diluar, kali ini merasa begitu pekat hening disini dan entah kapan akan pecah kesunyiannya. Terkadang, dalam hatiku iri dengan mereka. Ingin menghabiskan waktu seharian denganmu bu, aku ingin mengenalmu lebih dalam, karena dulu kita pernah satu tempat, dan ibu yang membawaku kemanapun. Bu, aku ingin sedekat denyut nadi kepadamu, karena rahimmu pernah jadi tempatku hidup. Perkara belasan tahun yang lalu memang tak pernah bisa kulupakan, aku trauma dalam diam, namun bu ijinkan aku berbakti kepadamu walau mungkin kasih sayangku tak sesempurna kasihmu..

Minggu, 02 Juli 2017

sweet 20

Serba kebetulan, begitu pun hari kemarin. Dimana hariku biasanya, terenggut sirna. Terimakasih hari kemarin sungguh lengkap. Hati siapa yang tau. Suasana dengan mudahnya berganti bak menggulingkan telapak tangan. Sempurna. Terimakasih sudah turut andil dalam mengindahkan hariku. Warna yang tak kan terlupa. Aku menulis karna mulutku terlalu kelu untuk berkata. Lewat tulisan ini aku harap suaraku tak pernah padam. Disini tak kan banyak kata terucap selain kata terimakasih yang teramat sangat dan banyak. Terimakasih telah datang dan merengkuh aku yang ringkih akan masa lampau ku dulu. Terimakasih telah mau bersusah payah menjalani hari-hari bersamaku. Terimakasih telah mau menerima kepayahanku. Terimakasih untuk segala waktu dan kesempatan bersamamu lebih berharga. Terimakasih telah mengajarkan apa arti pelajaran hidup yang sebenarnya. Terimakasih telah setia melalui perjalanan bersama aku yang buta di setiap jalan. Terimakasih untuk kesabaran yang terkalahkan, terimakasih atas arti penting sebuah pengertian. Dan terimakasih telah berbaik hati mau berbagi ibu hingga aku merasakan kembali hangat keberadaanya, terimakasih sudah membuat jatuh cintaku terlalu dalam. Dan maaf apabila segala kekhilafanku terlalu berlimpah dan mungkin tak kunjung habis bila dihitung. Terimakasih untuk segalanya.

Kamis, 22 Juni 2017

.

semoga malam ini rinduku tersampaikan, tuan tolong terima perasaan ini walau perasaanmu sedang berantakan, mari kita tata kembali agar lebih indah dari sebelumnya :')

Selasa, 20 Juni 2017

Thirteenth

Waktu berjalan lebih cepat, kala bahagia ikut di dalamnya. Namun, yang direnungkan masih banyak, terlebih aku masih banyak kurangnya. Terimakasih ya sudah ikut andil dalam mewarnai masa putih abu-abuku, nice to meet you! Hohoho. Teruntuk aku dan kamu yg sedang bersama merajut kisah, semoga kedepannya bertambah baik, dan berarah ke positif. Maaf jika sikapku terkadang kurang menyenangkan, jauh di dasar sana rasa sayang lebih mendominasi. Lagi-lagi malamku belum sempurna, rinduku belum enyah ku kunyah sampai sepertiga malam ini. Entah, terlalu menggebu-gebu sampai getir rasanya bagaimana lagi cara meluapkannya selain cara dengan melepas peluh mata air. Merembas lagi, mengumpat tanpa ada yang tau. Memang, sejak fajar menyingsing hingga seperempat senja tubuh kita terpaut hanya hitungan depa bahkan jengkal sekalipun. Aku bahagia, karena hari itu kau sedang semangat-semangatnya. Selamat, kamu berhasil! Semoga beruntung kedepannya. Kemudian, diriku bergeming tugasku hari ini telah usai, dan kemudian raga kita berpisah untuk kembali lagi esok hari dengan kisah yang baru. Tenang, hati dan sukmaku masih teruntuk kamu. Ah, sesaknya merindukan tanpa seonggok kata apalagi sedang puncak-puncaknya. Hari ini hari kita, selamat tanggal 20 bi :)

Senin, 19 Juni 2017

Presipitasi

Hawanya menusuk tulang sejak sore tadi. Awan yang hanya diam sejak pagi, mungkin karena mentari masih ingin berselimut dan enggan menampakkan sinarnya. Tepat jam 3 hatiku gusar tidak karuan, mendadak sekali. Yasudah kujalani saja alurnya, toh aku pun rindu.
Baiklah, dengan segenap keyakinan berkawanlah aku dengan hujan, walau dibalut mantel lama. Menyenangkan, pengalaman baru. Anak-anak itu begitu lugu dan menggemaskan, hati siapa yang tak terpaut padanya. Tak disangka, sudah sejauh ini aku masuk seluk beluk duniamu, mungkin sampai hampir dalam. Lega, terasa hangat semoga aku bisa ikut melengkapinya. Terimakasih tak pernah luput kuhaturkan pada beliau dan segenap rasa senang yang runtut di dalamnya. Maaf jika untuk kesekian kalinya kerepotan melanda, karena aku. Masih deras diluar sana, bumi betah sekali mandi. Mungkin petrichor baru terasa esok pagi. Hari yang tak terduga, begitu pula sosok pembawa kain yang datang tiba-tiba.
Sudah lupakan, berehatlah tabung tenaga untuk esok yang tak terlupakan..

Sabtu, 17 Juni 2017

Simple.

Seperti title, tak terlalu banyak tetek bengeknya. Cenderung apa adanya, praktis. Seperti penampilan kita yang apa adanya, lusuh biar lah lusuh siapa yang peduli. Sudah cukup kenyang namun sedikit lapar. Baiklah, kita berpetualang mencari hidangan pencuci mulut. Sayang, tujuan awal kita tak membuahkan sesuai ekspetasi, tutup. Oke, geser sedikit dan mendaratlah kita di sebuah trotoar dimana ada tempat makan ala-ala tongkrongan jaman sekarang. Mungil, namun berisi. Ya perpaduan yang unik, bisa dibilang estetik. Warna oranye dan hitam berpadu jadi satu, dengan beberapa bohlam kuning penerangnya. Harganya pun ekonomis, tak kan buat kantong menangis. Mie rebus, susu murni, pisang bakar keju coklat, mochacino dingin, dan sekotak roti bakar nutella tertulis di daftar nota. Lahap nian, makanan sekelebat mulai menyusut. Semuanya terlalu menggoda, cukup sudah kenyang.
Potongan terakhir dengan selai nutella yang pekat, terkhusus. Kata orang, puncak kelezatan makanan itu bakal disimpan diakhir santapan, dan aku merelakannya untukmu, yang spesial dimalam sebelumnya, malam ini, dan mudah-mudahan masih ada malam selanjutnya. Makasih loh dah mau anter jemput terus. Maaf kalo selama perjalanan suka cubit-cubit dan gaplok ga jelas, tanda sayang kok sungguh..

Jumat, 16 Juni 2017

Menyapa Bintang

Semalam, rangkaian kisah belum hilang. Masih segar dari pikiran. Nampaknya acara kemarin berjalan biasa saja, ya seperti itu apa adanya, mengalir. Kau begitu semangat, walau kalian harus adu mulut sesama panitia. Sedikit kesal, karena kami hanya berdua. Bendahara yang kesepian, ujar diriku. Sudahlah, aku berusaha membuat hatiku bergeming dengan situasi ini. Toh, nyatanya aku sanggup. Acara selesai, dan aku tetap menunggu. Tak masalah, menungguku beralasan, aku tak takut karena aku yakin tak seorang diri. Hela nafasku terlaksana, seseorang dibalik pintu datang dengan senyum ledeknya. Pandangku tak luput dari tatapnya, kami pun bergegas. Sesaat kemudian.. mulutmu lincah memanggil namaku, dan melambaikan tangan agar aku mendekat. Kemudian, di depan sumber air entah berapa tetes mili yang jatuh, kau membawa mataku menatap langit dan menyapa bintang, katamu itu indah. Memang indah, mahakarya Tuhan dengan seisi ciptaan-Nya. Guratan senyum kita terlukis bersamaan, kemudian menertawakan hal beberapa detik yang lalu. Sekali-kali romantis, haha dasar humoris. Getarnya belum usai, baru kali ini dan pertama kali, meneroka gulitanya malam untuk menyapa bintang, tidak seorang diri. Lalu, perjalanan kita sesaat terhenti karena panggilan alam perut yang belum puas. Makan lah kita, nasi goreng pedas untukmu dan sedang untukku, sayang sekali tak bisa pesan bola ati nan menggemaskan. Jadi ini ya jatuh cinta, jauh sedikit rasanya rindu. Sedang dekat tak mau hilang, alasan kenapa dekapanku cukup kencang, tadi malam.
N.b : dah tau suka sakit perut ya jangan makan pedes mwehehe

Selasa, 13 Juni 2017

Pusara Bapak

Bahkan tersirat aku merasakannya..
Perjalanan panjang memakan separuh waktu, dengan dinaungi awan teduh karena mungkin sang mentari sedang damai tak mengeluarkan pancarnya. Rodanya cukup kokoh, menampung kita cukup jauh. Dengan hati terbata dan penuh kehati-hatian suasana didalamnya. Ada kepedihan dalam diam. Yang tergurat mendalam, sedikit sampai membukit. Tantangan semakin gencar saja rupanya. Membabat yang tadinya rapat. Mudah-mudahan sempatku bermanfaat. Usahaku tak sekedar coba-coba. Mengertilah, jauh di dalam lubuk hati ingin rasanya melihat senyum bangga merekah di wajah kalian. Tuntun aku jika memang aku salah, jangan tinggal kan aku bila aku keliru, tetapi tolong dorong dan dukung agar aku maju. Semua, untuk kalian. Caraku seperti ini, maka mengertilah. Teruntuk bapak, aku rindu. Rasanya ingin ku peluk cium engkau, berkeluh kesah sampai menitikan peluh tiada hentinya. Bagaimanapun aku seorang lelaki yang kelak kan jadi kepala. Dimana bagian dariku akan berhasil tergantung aku. Dengan hawa yang tenang, ku bersihkan pusara bapak. Semut merah berkawanan, bertahta. Bapak, kali ini aku mengunyah rindu sekaligus menelan perkara. Mudah-mudahan sifatmu menurun padaku. Kupanjatkan doa, mungkin itulah cara termahsyur agar bisa memelukmu erat tanpa engkau merasa sakit sedikitpun.
Beristirahatlah bapak, semoga usaha ku membawa berkah untuk kita semua, amiiin...

Senin, 05 Juni 2017

Mengeja-

Gelap cakrawala mengundang tanya. Kemana perginya bulan, mengapa tak hadir satupun bintang. Langit menerima apa adanya. Tidak tergesa-gesa mencela akibat ketidakhadiran mereka semua. Suhu normal saja, tekanan udara tak terlalu berpacu. Detik jam mulai berputar pada porosnya. Satu demi satu, setelah berkedip waktu berjalan sesuai alurnya. Senjangku kian terasa. Selalu kueja bentuknya agar tak terlalu meresap keberadaannya. Hangat, syukurlah kalian melihat semua nampak dari sisi kaca dengan baik baik saja. Tapi berati aku bisa jadi menjelma seorang pengumpat yang menyimpan semuanya. Siapa sangka binar kedua bola mata di baliknya menadah ratusan peluh yang tak terbilang seharusnya. Materilku tercukupi, apapun yang kumau terpenuhi. Terimakasih kalian sungguh teramat sangat berarti. Beberapa tempat satu ruang. Namun sekat diantaranya tak bisa hilang. Tatap kita pekat namun hati kita tak cakap. Raga kita bertemu tapi telepati kita masih beradu, berdamailah keluarkan kata agar dapat memecah kehengingan sebelangga. Rindu sekali, semasa bercengkrama menjadi hal biasa dan sekarang tinggal cerita. Kalian,  sapaan halo terbahagia dan selamat tinggal yang paling sukar sepanjang hayat.
with love,
bungsu

Rabu, 24 Mei 2017

Ciye kangen

Kesunyian kian mendera, semakin larut tak ada lagi yang tersisa. Hanya suara ngakngik serangga tak jelas dari mana asalnya. Malam ini rindu ini bergejolak tak pada tempatnya. Aku yakin keletihan melanda kita semua. Hampir mata ini terpejam namun beberapa hal masih terbersit dalam diam. Kau tau? Aku sering merindumu dalam diam. Kenapa kulakukan karna aku ingin rinduku sesuai takaran. Halo, semoga kasur empukmu bisa membuai tidurmu hingga lelap. Mimpi lah yang nyenyak, agar hari esok kau bisa ukir senyum indah di sudut bibirmu. Kenapa suka menulis, karena tulisan adalah suara yang tak kan pernah padam. Bukan aku tak punya keberanian mengungkapkan, tapi lagi-lagi lebih baik ku berceloteh disini agar bekasnya tak hilang. Maafkan jika hari ini aku terlalu merepotkanmu, sungguh itu diluar kuasaku. Siang tadi memang perasaanku tidak karuan, bagaimana mungkin aku harus bersikap pada banyak hati, dan tugasku membuat semua merasa nyaman. Tapi maaf jika kau yang harus berkorban, menunggu. Terimakasih telah menjadi sosok yang sangat fleksibel, untuk membumbui hubungan kita, maaf jika aku terlalu flat dan cenderung ceplas ceplos dan yang paling menyebalkan adalah kecengenganku yang berlebihan, bahkan mataku sayupun semakin mendukung. Hahaha membosankan ya, dikit-dikit bilang maaf dikit-dikit bilang terimakasih, yang jarang minta tolong nih biar 3 kata kunci kehidupan kesebut semua, maaf tolong terimakasih. Dari kejauhan tiada dekapan sehangat doa :)

Sabtu, 20 Mei 2017

Tahunan

Cepat hari dilalap waktu, perjalanan aku dan kamu tidak terasa semakin jauh. Yang tadinya sejauh matahari mana tau akan jadi sedekat nadi. Bagai tulang dengan daging selalu melekat dimanapun berada, ah masa iyaa. Bagai pinang dibelah dua tapi tunggu, miripnya darimana? Kamu, iya menyebalkan. Seperti swiper tapi kalo aku dora ntar kita musuh dong. Tak dipungkiri memang rasa tak suka itu maha dahsyat imbasnya. Mana tau hati bisa dibolak-balik kapan aja. Lucu yaa, yang tadinya musuh jadi sayang. Makin dekat makin rapat. Banyak nestapa siap menghadang. Dasar kuat ya diterjang. Air mata bercucuran, gemelak tawa bertebaran. Aku dan kamu lalui dengan tenang. Walau kadang rasa deg-degan gamau pulang. Pengin ikut ga ilang-ilang. Gatau apa kalo maunya tenang. Hahaha, sungguh rancu bualanku, random tapi bukan omong kosong. Coba tersenyum, sayangku tetap jelas padamu. Terimakasih ya, sudah mewarnai hari-hariku. Sudah menjadi alasan aku merasakan trilogi perkara hati. Senang, menangis dan juga bimbang. Lengkap sudah. Disini aku akan berceloteh tentang tidak berasaanku dan kenapa waktu berlalu begitu cepat saat kita bersua. Kata orang kalo waktu begitu cepat itu tandanya bahagia. Benar, tapi bahagiaku tak kan sempurna bila tak ada air mata dan selisih di dalamnya. Kalo mulus nanti licin, pegangan yang erat ya tapi jangan terlalu kuat takut nanti kram. Selamat satu tahun be, semoga sayangmu ke aku tetap sama seperti awal kita memulai segalanya, dan mudah-mudahan selalu bertambah tiap harinya. -aku limited edition loh ;;)-

Jumat, 05 Mei 2017

Lebay

Sudah larut saja malam ini, dan kamu masih belum bergeming dari pikirku. Malam ini rentetan permintaan maaf akan ku utarakan sejelas jelasnya. Dan tak lupa ucapan terimakasih sedalam-dalamnya. Terlihat berlebihan memang, tapi aku hanya ingin rasaku terasampaikan. Maaf apabila aku sering menjadi alasan kerisauan serta gundahmu bahkan sedihmu juga repotmu, maaf aku belum bisa bantu meringankan bebanmu. Selanjutnya terimakasih sudah menjadi partner kemanapun dimanapun dan melakukan apapun, kamu baik. Terimakasih juga sudah lentur dan bisa menjadi siapapun dalam kehidupanku, merangkul aku, tapi tunggu jangan terlalu cepat, aku ingin seiring bukan digiring. Maaf jika cintaku berlebihan dan terimakasih untuk semuanya.

Minggu, 09 April 2017

tetes kesekian

Kali ini, aku dan kamu bertemu jarak. Yang tak seperti biasanya aku dan kamu bisa saling sapa pada hari-hari biasanya. Selamat berlibur, selamat merasakan sejuknya kota orang. Bersenang-senanglah karena waktu tak akan kembali lagi. Buatlah kenangan seindah-indahnya bahagiakan orang disekelilingmu sekarang. Berehatlah dari ketetekbengekan masalah yang nyatanya lalu lalang bergantian. Berdamailah dengan rindu, tak usah risau esok bila takdirnya bertemu maka demikian terjadi. Jauh di dasar relung ini sedang lara hati. Tak banyak kata terucap. Diampun menambah sesak, gejolak ini terlalu kuat. Aku hanya ingin menjaga yang kupunya. Tak kan ku buat dunianya sempit karenaku. Silahkan berelasi dengan siapapun kau nyaman dan suka. Tenang kurasa bila senyummu merekah, kusangga sekuat raga agar pelupukmu tak basah. Tapi perasaan tetaplah perasa. Dimana bisa mengerang dikala lara. Hati tetaplah hati, terlalu lama dimakan akan habis pula. Sukar tumbuh kembali bak bahan tambang nan langka. Sejauh mana hati bisa saling menjaga, tentu akan lebih bermakna. Mudah-mudahan perkara ini bisa melapangkan dada dan menjadi pelajaran berharga. :)

Jumat, 31 Maret 2017

17 tahun uhuy!

Sokaraja Kidul, 1 April 2017
00:00 WIB

Teruntuk jejaka pemilik tawa merekah yang telah menapaki usia ke 17. Selamat ulang tahun.
Tiada untaian kata seindah doa.
Segala harapan senantiasa didalamnya,
Tetaplah menjadi kebanggaan keluarga.
Bahagialah di pertuaan usia.
Jangan bersedih jika sekarang usiamu berkurang satu, jadilah lebih dewasa.
Selamat menjadi legal!
Keberadaanmu sebentar lagi kan tercatat dalam hak suara.
Bulatkan tekadmu dalam menggapai cita-cita.
Kuatkan usahamu dalam memprosesnya.
Tak perlu takut jika ditempa prahara.
Hidup memang sudah sewajarnya penuh problema.
Sebagai jiwa yang renta haruslah menjadi bijaksana.
Bila goyah ingatlah pada satu titik dimana kau memulai segalanya.
Bahwa adanya sang Pencipta.
Yang selalu seiring melekat di dalam dada.
Jika banyak ribuan orang yang kau kenal, puluhan yang kau sayang dan mudah-mudahan aku termasuk satuan yang punya hak untuk disayang.
Tak harus nomer 1, sebelum ada aku banyak cinta kasih yang mengisi hidupmu lebih dulu.
Untuk kesekian kalinya terimakasih sudah membaca runtutan kata rancuku beserta tetek bengeknya.
Ambil baiknya saja, seperti doa.
Tak perlu panjang-panjang, sudah cukup disayang, Gusti sayang kamu seapa adanya.

with love,
iya.

Minggu, 12 Februari 2017

Petrichor

Yang muncul setelah hujan sekarang bukan pelangi, tapi rindu. Aroma tanah memunculkan auranya yang tajam. Beserta hiruk pikuk angin yang bertekanan sedang. Sudah kembali bersih, anggap saja seusai mandi. Siapa bilang pikir ini sudah tak ada beban? Mentang-mentang sudah tidur seharian, itu cuma ibarat bayar hutang energi, tapi manusia yang tak tau untung harus tetap bersyukur setidaknya badan kembali bugar setelah rebahan. Jika ditanya hati, jawabnya baik saja. Rasanya tak ingin melulu terlena kondisi. Kamu, tak henti-hentinya buatku merindu. Seperti seberkas sinar, hanya bisa dinikmati indahnya saja, menyentuhnya jelas tak mampu. Ibarat hujan, semuanya mengalir begitu saja, tanpa beban, tanpa pikir panjang, semua berlalu dengan tenang. Lewat doa, kutitipkan kehangatan, mudah-mudahan kamu rasakan bak sebuah pelukan.

Selasa, 24 Januari 2017

Batu es

Ingin kuungkap namun terlalu rancu.
Tanpa sebab namun timbul akibat. Entah wajar atau tidak, yang jelas aku sedang merasakannya. Peluh mengucur dengan murahnya. Basah merembas diterpa sisa hujan. Langit sore yang jingganya hampir sirna. Diterpa kelabunya mendung terbawa sejuta asa. Perasa yang terlalu pekat ini sedang dibombardir kalut yang dirinya tak tau sebabnya. Kata orang, lazim saja hukumnya untuk wanita. Bahkan banyak yang berkata itu wajar adanya. Sudah kodratnya wanita adalah perasa. Sekarang, aku disini bersama dengan sebuah crispi burger dan segelas es coklat dan kemudian disusul segelas es teh karena entah kenapa tenggorokanku sedang merasa haus-hausnya. Aku baik-baik saja, kau tak usah risau. Aku hanya tidak ingin rasa yang mengganjal ini terlalu berkelanjutan. Jelasnya aku tak ingin membawa masalahku kerumah. Satu kalimat yang membuatku ingat, keluar dari mulut manismu. "Rumahmu, adalah surgamu". Aku tak ingin menodai surgaku dengan perasaan tidak bahagia. Kau tidak perlu khawatir, aku memang terbiasa seperti ini. Tanpa sadar nanti akan hilang sendiri. Ibarat kerasnya batu es lama-lama mencair sendiri. Tanpa alasan dan sebuah perlakuan. Hanya saja malam ini kesunyian sedang bersahabat denganku. Menambah dingin suhu diruangan ini. Terpojok seakan tuli dengan pengunjung yang lain. Menampung puluhan batu es dalam tubuh, padahal hidung ini sedang terasa berat-beratnya.

Jumat, 20 Januari 2017

celoteh di penghujung hari

Teruntuk lelaki pemilik tawa merekah sore tadi,
Terimakasih sudah mengingatkanku untuk selalu menjaga keselamatan dimanapun aku berada.
Yang sabar menghadapi ulah gemrungsungku, walau dengan usil.
Yang selalu ingin dekat denganku dengan curi waktu.
Yang gigih mempertahankan kemauannya.
Yang tak pernah memperlihatkan tangisnya walau kejenuhan sudah melanda sanubarinya.
Kamu hebat, aku terkesan.
Hari ini perasaanku sangat tidak karuan, mungkin bawaan.
Rasanya kepalaku begitu berat dan ingin menumpahkan segalanya.
Pelupukku yang lemah tentu saja sudah merembas tanpa aba-aba.
Perutku seketika mulas karena terlalu banyak makan eskrim yang pikirku itu bisa membuatku lari dari kebisingan pikirku.
Duh gusti, nyuwun pangapunten.
Rindu, serindu-rindunya malam ini.
Perlahan lidah kelu untuk mengungkapkannya.
Seketika hati bergemuruh mengingatnya.
Masih basah dan melekat di ingatan.
Mudah mudahan kebersamaan ini tak lekang oleh waktu.
Terimakasih sudah memperkenalkan aku dengan ibu dan kakakmu, dan mengijinkan kami untuk saling mempererat tali silaturahmi.
Bisa kah gantian dekati ibuku,
Hari ini, bukan ku tak punya permintaan.
Ada, namun tidak melulu.
Sesederhana kamu tetap dekat denganku dan tidak meninggalkanku saat aku sedang jatuh dan jelek-jeleknya.
Jagalah perasaanku sebagaimana mestinya kamulah yang lebih tau.
Sayang...
Pada hati hendaknya malu-malu
Yang tadinya benci siapa yang tau jadi sayang
Yang tadinya apatis siapa ngerti jadi peduli
Dekap hangatmu sore itu masih kalut terasa malam ini
Sungguh tak pernah hanyut dari fikirku
Jauh dari yang ku bayangkan
Si lincah adalah kekasihku saat itu hari ini dan mudah2an sampai nanti..
Kau tau istimewanya angka 8?
Garisnya beriringan dan selalu terhubung.