Kamis, 19 Juli 2018

curahan hati

Mataku kembali berair, ketika kenyataan telah terungkap. Untuk ketiga kalinya aku gagal. Sama seperti saat kedua, ketidak berhasilan ini terasa begitu menohok. Sakit sekali rasanya. Entah aku sedang menulis apa ini. Yang kutau jariku terus mengelakar menari berlarian mencetak kata, mungkin tanpa makna. Aku tak tau apa yang akan terjadi selanjutnya, yang aku bisa hanya berdoa dan terus berharap kepada sang Maha Kuasa bahwa sesudah kesulitan pasti ada kemudahan, dan aku berharap hari itu kan segera tiba. Pikirku meneroka kemana-mana. Tidur rasanya tak nyenyak. Makan apapun tak enak. Aku dilanda gusar yang begitu mendalam. Ini lebih sakit dari sekedar patah hati yang pernah aku alami sebelumnya. Hatiku pun ambigu entah bagaimana. Aku sendirian disini tak ada kawan. Aku bahagia melihat sahabatku sudah diterima ditempat yang diinginkan, doa terbaik senantiasa mengiringi langkah kalian. Tuhan, aku pun ingin tenang seperti mereka. Aku akan berusaha semaksimal mungkin. Aku menulis karena aku tak tau harus kemana lagi harus bercengkrama. Aku terpenjara disini, jika aku keluar pun untuk apa. Aku takut terlalu kalut. Tapi aku tetap yakin bahwa ada kemudahan setelah ini, aku yakin. Atas apa yang aku perjuangkan selama ini, mudah-mudahan itulah rejekiku, agar aku lekas menjadi perantara Tuhan untuk menghapus kesedihan dilubuk hati ibu dan bapakku,agar sakit yang aku rasakan segera pulih,rengkuh hatiku dan jadikanlah aku manusia yang beruntung Ya Allah aamiin...

Rabu, 20 Desember 2017

Mutlak

Setidaknya sekarang, bisa menghirup nafas dengan lega,
Terlepas dari belenggu balada perasaan sendiri.
Yang akhir ini menghimpit dada dengan kuat.
Aku bersyukur atas pilihan yang terpilih, semakin yakin keputusan ini adalah yang paling final lagi benar.
Berdasar fakta yang aku terima, tak seharusnya aku menaruh harapan terlalu tinggi dan menyimpan rasa terlalu dalam.
Tak ada rasa menyesal sedikitpun tentang pertemuan, walaupun tragis dalam akhir.
Lebih kurang mencoba memetik pelajaran, dimana pengalaman adalah guru yang paling baik.
Terlalu yakin memberi kepercayaan sepenuhnya pada seseorang bukan hal yang salah, namun tak terduga sasaran lah yang tidak tepat.
Begitu pula dengan menyayangi, mengistimewakan akan sia-sia bila tak ada timbal balik.
Aku, menulis ini tidak dalam keadaan kalut apalagi meneteskan air mata.
Sekarang, pikiranku lebih terbuka.
Perasaanku ikhlas Lillahita'ala melepas semua.
Lagi-lagi bahwa pada orang terdekatpun rasa hati-hati harus ada, tak masuk dugaan luka yang tertancap lebih menusuk bahkan dari orang yang tak dikenal sekalipun.

Rabu, 29 November 2017

Abrasi

5:40

Dinamika perasa.
Euforia bumi mandi bergulir sepanjang sampai detik ini. Curah hujan dengan segenap hawa dingin merasuk tajam hingga ke tulang. Petrichor ambigu hilang begitu saja ketika disembur uap air laut yang terkondensasi. Bumiku lekas subur berkat anugerah Tuhan, maha baik menurunkan rahmat hujan dengan lebih. Bahkan walau dilanda bencana di berbagai titik kota sekalipun turut mendoakan supaya lekas pulih,  harus tetap bersyukur dan berkaca, tak ada akibat bila tak punya sebab. Berhitung detik jam hari ini akan segera berakhir. Lambat laun, cepat kilat habis.
Dibabat waktu, dengan beberapa sua yang lama terkunci rapat. Senang sekali, tak ada benci. Namun waktu telah bergulir, rindu rasanya dulu akan perasaan jatuh cintaku yang selalu aku rasakan setiap hari makin hari kian bertumpuk, yang kini berangsur seakan terkikis abrasi. Yang selalu menjadi alasan tawa antusiasku, sekarang kian memudar...

Minggu, 19 November 2017

Pergi

3:31
Ritme hujan.

Dengan ini, langkahku mantap untuk mengakhiri. Pergi, dan segera kan lepaskan apa yang dulu sempat kujaga dengan kasih sayang. Keputus asaan berkecamuk diseluruh celah ronggaku. Cukup, sudah saatnya ku luluh lantahkan bendung yang sempat ku buat kokoh. Tak sampai hati perasaku tercabik. Luka yang mendalam seakan tak ada penawar. Rasaku kaku membeku. Mulutku selalu kelu. Sebanyak apapun dibombardir aku tak kan balas. Bukan aku tak mampu. Tak pernah mau aku menyulut perkara. Heran, perkara lah yang selalu menyulut aku. Aku diam bukan berarti lemah. Diamku adalah pamungkasku. Perjalanan adalah pengalaman. Terimakasih telah mengajarkan bagaimana merasakan berkorban ikhlas secara bersamaan. Kali ini, mutlak ku melangkah untuk pergi mengakhiri semua dengan seberkas memori yang kelak kan jadi abu pada masanya..

Senin, 23 Oktober 2017

rapuh

19:09

Ibarat gundukan tanah yang tersapu erosi seketika longsor begitu saja. 
lagi aku terjebak problema, 
sedikit banyak aku tergelincir prahara
mulutku terlalu kelu menjadi selalu
seperti menyiksa dari dalam, pedihnya lebih merasuk 
salah siapa aku tak bisa ambil bicara 
mungkin aku, aku yang harus mengintropeksi diri dan banyak berkaca bagaimana seharusnya terjadi
aku mengerang, namun erangku tak se menggelegar gemuruh petir
bahkan suaraku nyaris padam, 
seperti duri dalam daging, tak nampak namun menusuk dalam
gemuruh sekali kicauan orang luar
sedikit bising pikirku makin pusing 
begitu pun gundah gulana yang menyerang 
kacau benar rasaku makin rancu 
terbelenggu kian rumit 
tangisku pecah tak terelakan 
sadarkan, dan seharusnya aku tau diri
besar harganya menjaga sebuah kepercayaan 
dimana itulah pondasi paling dasar 
sayang untuk di sia-siakan, menyayangipun takut salah 
arti hidup terkadang mengagetkan 
ada tebing yang siap menerkam dan jurang yang menenggelamkan 
benar-benar luluh lantah 
dan hancur sedalam-dalamnya
merengkuh sendiri 
memang sejatinya pelajaran selalu tersisip dalam setiap pengalaman
merenung......


Rabu, 20 September 2017

sisa semalam

06:00
Meja serbaguna

Pagiku masih abu, berikut dengan tanda tanya yang masih tabu. Sebagaimana sudah dari sana lubuk terlalu perasa. Sedikit saja tersentuh akan luluh, dan sebagaimana terbentur akan hancur. Perihal perasaan yang terkadang rancu tak tau tempat waktu. Merenung, semua sebab. Kiraku setelah terkapar memejam mata semua kan kembali baik saja. Nyatanya masih lekat dalam ingatan memori. Lubuk yang bertanya-tanya, membawa dilema dalam merana. Diam bukan ku tak peduli semuanya. Aku hanya tidak ingin menambah beban siapapun. Aku yang merasa, aku pula yang seharusnya bisa sembuhkan. Entah dengan apapun caranya. Membenarkan yang salah dan merenung..merenung..merenung...

ujung hari

22:47
Diujung dipan

Penghujung hari,
Detik berputar mengelilingi putarnya
Detaknya beradu tak ada irama
Cepat cepat tak terarah,
Pikirku sedang lelah
Digandrungi banyak celah
Baik buruknya tak tau faedah
Bahkan, yang tak harus diketahui
Yang tak tersampaikan
Yang disimpan kian dalam
Sadarlah, lekas terbangun
Balut perasaan sendiri.
Menggebu gebu, inginku lengkingkan suara. Buang semua gundah gulana. Menanti kembali sumringah..